Syarifah Amelia didampingi penasihat hukum dan rekan dekatnya saat menggelar konfrensi pers. SatamExpose.com/Ferdi Aditiawan |
TANJUNGPANDAN,
SATAMEXPOSE.COM - Ketua tim penasihat hukum Syarifah Amelia, Muchammad Alfarisi
menekankan beberapa poin atas pengajuan eksepsi terhadap dakwaan JPU pada
persidangan yang digelar PN Tanjungpandan, Selasa (24/11/2020).
Hal
tersebut disampaikannya saat menggelar konferensi pers dengan awak media di
Hotel Rahat Icon Tanjungpandan, Belitung, Selasa (24/11/2020) malam.
Dia
menyebutkan poin pertama dirinya menanggapi masalah kadaluarsa masa laporan
tertanggal 30 Oktober 2020 lalu. Berdasarkan UU No 1 Tahun 2015 maupun
Perbawaslu No 8 Tahun 2020, laporan maksimal diajukan tujuh hari sejak
diketahuinya sebuah pelanggaran.
"Diketahui
ini maksudnya oleh siapa tentunya khalayak. Faktanya pada saat kampanye
berlangsung tanggal 14 Oktober itu ada unsur Panwaslu Kecamatan, bersifat
terbuka juga ada unsur kepolisian, KPU, pemdes bahkan disiarkan live melalui Facebook," katanya.
Jika
memang terjadi pelanggaran maka Panwaslu Kecamatan Simpang Renggiang langsung
memberikan teguran saat itu juga. Bahkan dari informasi yang didapatnya,
terdakwa sempat berbincang dengan Panwaslu usai kampanye tersebut.
Kemudian,
pasca adanya laporan dari Rudi Juniwira tertanggal 30 Oktober, justru sikap Bawaslu
Kabupaten Belitung berubah.
"Ini
kan ada dua hal yang ambigu. Apalagi laporan itu muncul hampit setengah bulan
dari kejadiannya, padahal sudah diketahui semua orang," ujarnya.
Poin
kedua masalah penanganan laporan tertanggal 30 Oktober tersebut. Menurutnya
Perbawaslu sudah menjelaskan, sejak laporan diterima seharusnya sudah dilakukan
pembahasan oleh Bawaslu.
Sementara
itu, berdasarkan tanggapan eksepsi JPU, sejak laporan diterima dihitung saat
laporan tersebut teregister atau dinyatakan lengkap tepatnya tanggal 2 November
2020.
"Artinya
sudah lebih dari 1x24 jam, itu juga sudah kami sampaikan. Karena sudah
melanggar Perbawaslu dan Peraturan Bersama yang dibuat Bawaslu RI, Polri dan
Kejagung RI terkait Sentra Gakkumdu," bebernya.
Ia
juga menilai dakwaan jaksa aneh, pasalnya halaman awal menyatakan laporan Rudi
Juniwira terkait penghasutan atas kalimat yang dilontarkan terdakwa.
Namun
dalam dakwaan selanjutnya, mendasarkan pada pendapat ahli mengarah kepada
fitnah. Selain itu, JPU mendasarkan sebagai delik formiil, padahal penghasutan
delik meteriil. Begitu juga fitnah delik formiil karena merupakan tindaklanjut
dari pencemaran nama baik.
"Padahal
tindak pidana menghasut dan fitnah itu berbeda. Kalau penghasutan itu ada di
160 KUHP sedangkan fitnah itu ada di 311 KUHP, ini dua hal yang berbeda,"
paparnya.
Terakhir,
masalah pelanggaran Surat Edaran Jaksa Agung No SE004/J.A/11/1993 tentang
pembuatan surat dakwaan tanggal 19 November 1993 yang tidak ditanggapi JPU
dalam tanggapannya.
Menurutnya
dengan tidak ditanggapi, bisa diasumsikan mengakui keberatan tersebut. "Intinya
seperti yang kami sampaikan, kami berharap agar majelis dapat menerima eksepsi
ini berdasarkan fakta yang disampaikan," sebutnya.
Sementara
itu Syarifah Amelia mengaku siap apapun kemungkinan dari putusan sela yang
disampaikan oleh majelis hakim PN Tanjungpandan pada persidangan Rabu
(25/11/2020) besok.
"Pada
intinya kami berharap yang terbaik tapi siap dengan kemungkinan terburuk.
Artinya kami siap jika eksepsi kami ditangguhkan," katanya.
Amel
hanya menekankan bahwa kalimat yang dilontarkannya murni sebagai harapan agar
Pilkada Beltim berjalan bersih dan pasangan calon yang diusung memenangkan
pesta demokrasi tersebut. (fat)