Pasutri dampingi putrinya mendatangi PN Tanjungpandan. SatamExpose.com/Ferdi Aditiawan |
TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM – Juru Bicara
Pengadilan Negeri Tanjungpandan Anak Agung Niko Brahma Putra mengatakan perkara persetubuhan dibawah umur yang menempatkan Mawar (15) sebagai korban juga
melibatkan pelakunya anak dibawah umur.
Ia
bersama Humas PN Tanjungpandan Japri menyambut kedatangan Mawar (15) serta
orang tuanya T (49) dan E (41) yang menyampaikan kekecewaan terhadap putusan
majelis hakim, Rabu (12/8/2020).
Majelis
Hakim dalam perkara persetubuhan itu, lanjut Niko, sudah mempelajari dan
mencermati fakta-fakta di persidangan mulai dari bukti surat, keterangan saksi
dan berkesimpulan.
Setelah
putusan dibacakan, terdakwa maupun JPU selaku instansi yang mewakili korban
memiliki hak-hak yang sama. Pertama menerima putusan, kedua pikir-pikir selama
tujuh hari, terima atau melakukan upaya banding dan ketiga langsung melakukan
upaya banding.
Hak-hak
tersebut nantinya disampaikan kepada majelis hakim untuk dicatat pada berita acara
dan disampaikan kepada pidana untuk ditindaklanjuti. Sebab, putusan yang
dibacakan belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Lanjutnya,
sesuai dengan sistem peradilan terdapat istilah judex facti dan judex juris.
Judex facti adalah pengadilan negeri
dan pengadilan tinggi yang tugasnya memeriksa perkara pidana berdasarkan fakta
yang terungkap dalam persidangan.
Sedangkan
judex juris adalah Mahkamah Agung
yang bertugas memeriksa penerapan hukum yang sudah diperiksa oleh judex facti.
"Jadi
apabila terdakwa maupun JPU tidak puas dengan putusan yang dibacakan hakim
masih ada upaya hukum banding. Nanti akan diperiksa lagi di pengadilan tinggi
hasilnya bisa menguatkan putusan, melemahkan putusan atau sama dengan
pengadilan sebelumnya," kata Niko.
Niko
juga membacakan amar putusan hasil musyawarah dan kesimpulan majelis hakim.
Diantaranya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk anak melakukan persetubuhan
dengannya sesuai dakwaan tunggal penuntut umum.
Kemudian
menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama enam bulan. Menetapkan pidana
penjara tersebut tidak perlu dijalani dengan menjatuhkan pidana dengan syarat
berupa pidana pengawasan di tempat tinggal anak dengan menempatkan anak di
bawah pengawasan penuntut umum selama satu tahun.
Kecuali
dikemudian hari ada perintah sesuai putusan hakim karena anak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana lain sebelum berakhirnya masa pidana pengawasan.
Menetapkan
syarat umum berupa anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama
menjalani pidana pengawasan.
Menetapkan
syarat khusus berupa anak melakukan ibadah wajib, anak harus sudah berada di
rumah paling lambat pukul 21.00 WIB setiap harinya, anak menjalani wajib lapor
satu kali dalam seminggu yaitu Senin mengenai kegiatan anak kepada penuntut
umum selama satu tahun dan enam bulan.
Menjatuhkan
pidana pelatihan menggantikan pidana denda selama tiga bulan di BLK Belitung
beralamat di Desa Keciput, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung.
Menetapkan
barang bukti berupa pakaian yang dikenakan terdakwa dan korban dikembalikan
kepada kedua belah pihak serta membayar biaya persidangan sebesar Rp 5 ribu.
"Putusan
yang saya bacakan itu merupakan hasil dari musyawarah dan kesimpulan majelis
hakim," ucap Niko.
Niko
menjelaskan Indonesia negara yang mengikuti konvensi hak anak harus memberikan
perlindungan khusus kepada anak yang terlibat masalah hukum. Jika terdakwanya
anak di bawah umur sudah diatur sesuai UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Anak.
"Jadi
hukum acaranya berbeda. Contohnya harus dilakukan restorative justice,
pertemuan antar keluarga untuk perdamaian, lalu dilakukan diversi memediasikan antara
pelaku dan korban, jadi tidak bisa langsung disidangkan," ujar Niko.
Sebelumnya
pasangan suami istri (pasutri) T (49) dan E (41) mendatangi PN Tanjungpandan
membawa serta putrinya yang masih belia sebut saja Mawar (15), Rabu (12/8/2020)
Kedatangan
pasutri ini mendatangi PN Tanjungpandan karena merasa tidak puas atas keputusan
majelis hakim terkait perkara persetubuhan anak di bawah umur yang melibatkan
Mawar sebagai korban.
Pihak
keluarga korban merasa putusan majelis hakim tidak adil yang menjatuhi terdakwa
pidana percobaan penjara selama enam bulan yang tidak perlu dijalani. Sedangkan
dakwaan JPU Kejari Belitung saat itu Pasal 81 ayat (2) UU No 17 Tahun 2016 dengan
tuntutan tiga tahun penjara.
"Kami
hanya mencari keadilan, karena tuntutan tiga tahun tiba-tiba menjadi enam bulan
bisa digantikan. Itu kan namanya tidak logis, istilahnya hukum itu jangan hanya
melihat pelaku saja tapi korban juga," kata T yang merupakan ayah Mawar. (fat)