Ticker

6/recent/ticker-posts

GURU BESAR FAKULTAS HUKUM INI TEGASKAN MASALAH UTANG PIUTANG TAK BISA DIPIDANAKAN

Guru Besar Fakultas Hukum Unika Prof Dr Maidin
Gultom SH H Hum. IST

SATAMEXPOSE.COM – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas Medan Prof Dr Maidin Gultom SH H Hum sebut masalah utang piutang dan kerjasama tidak bisa dilarikan ke ranah pidana.


Menurutnya hal ini sering terjadi di Indonesia. Sehingga dalam mengungkap sebuah kasus, pihak kejaksaan maupun kepolisian harus melihat dari niat kejahatan (mens rea).


Kata Maidin, fenomena kasus perdata yang kerap dipaksakan ke pidana sering kali terjadi di Indonesia. Contohnya putusan majelis hakim yang baru-baru ini terjadi yaitu kasus antara PT DBG dan PT GPE di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Terdakwa yang merupakan Komisaris PT DBG Robianto Idup, tidak terbukti bersalah melakukan penipuan karena antara kedua belah pihak sudah ada perjanjian kerja. Dengan demikian kasus ini masuknya ke ranah perdata.


Selain itu, lanjutnya, ada kasus lain yakni peristiwa yang dialami oleh Jerry alias Kok Min. Dia dilaporkan oleh Haryanto Willem pemilik CV Wira Duta Baja Makmur terkait ikatan jual beli besi. Kasus ini disidang di Pengadilan Negeri Medan beberapa bulan lalu.


Dalam putusan persidangan Majelis Hakim menyatakan kasus tersebut adalah perdata. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh oknum aparat penegakan hukum dalam kasus perdata menjadi pidana merupakan sebuah kriminalisasi.


"Aparat penegak hukum seperti Polisi dan Jaksa harus waspada bila ada aduan atas masalah perdata ke pidana," kata Prof Maidin.


Menurutnya, masalah utang piutang dan perjanjian kerja tidak bisa dilaporkan ke ranah pidana. Maka dari itu penegak hukum harus paham jika pidana itu harus ada niat jahat (mens rea) atau actus reus.


"Kalau tidak ada niat jahat dalam masalah tersebut, maka yang terjadi adalah masalah perdata. Kemungkinan masih banyak kasus seperti ini terjadi di Indonesia," sebut Prof Maidin.


Prof Maidin menjelaskan, Pasal 19 ayat (2) UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah mengatur bahwa sengketa utang piutang tidak boleh dipidana penjara.


Pasal tersebut berbunyi "Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang".


Jika merujuk Pasal 19 ayat (2), walaupun ada laporan yang masuk ke pihak kepolisian terkait sengketa utang piutang, pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang.


Oleh sebab itu, peran dan integritas penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat sangat diharapkan untuk tidak merusak sistem peradilan yang ada atau dengan memidanakan suatu perbuatan hukum perdata.


Sebab, kata dia, dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan atau bersifat melawan hukum. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan pebuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).


"Jadi harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Di sini berlaku asas ”tiada pidana tanpa kesalahan” (Keine Strafe ohne Schuld atau Geen straf zonder schuld atau nula poena sine culpa)," jelasnya. (fat)