Ticker

6/recent/ticker-posts

BEGINI CERITA AMEL TETANG ORASINYA YANG MENYERET KE PENGADILAN HINGGA PROSES YANG DILALUINYA

Amel saat didampingi Marihot dan Lukman Hidayat
dalam konfrensi pers di Hotel Rahat Icon.
SatamExpose.com/Ferdi Aditiawan

TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM - Syarifah Amelia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka dalam tindak pidana Pilkada Beltim 2020 menimbulkan kejanggalan.


Pasalnya, lanjut Ketua Tim Relawan Paslon Bupati dan Wabup Beltim Burhanudin dan Khairil Anwar (Berakar), karena hanya berdasar asumsi. Ia diduga melanggar Pasal 69 huruf c UU No 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada.


Hal tersebut dikatakan wanita yang akrab disapa Amel saat di dampingi kuasa hukumnya Marihot Tua Silitonga beserta pihak keluarga konferensi pers di Hotel Rahat Icon Tanjungpandan, Belitung, Senin (23/11/2020) malam.


"Jadi besok fokus persidangan adalah melihat, membuktikan apakah pernyataan saya tersebut mengandung unsur menghasut, menfitnah dan mengadu domba atau tidak, jika tidak saya berharap fakta persidangan bisa menunjukan hal itu," kata Amel.


Amel memaparkan kejadian tersebut bermula saat dirinya melakukan kampanye dialogis dengan paslon di kediaman Suryanto di Kecamatan Simpang Renggiang, Beltim pada 14 Oktober 2020 lalu.


Kampanye tersebut disiarkan secara langsung melalui media sosial dengan akun millenial tim relawan. Pelaksanaan kampanye sudah dilaporkan kepada Bawaslu Beltim dan mendapat STTP serta diawasi oleh Panwascam setempat.


"Saya selaku juru kampanye menyampaikan orasi yang potongan orasinya adalah karene kalok berseh Pilkada Belitung Timur, maka yang menang akan numoor, serentak dijawab masyarakat satu," sebutnya.


Lanjutnya, pasca kegiatan kampanye selesai tidak terdapat teguran maupun pelanggaran pemilu dari pengawas. Namun berselang setengah bulan setelah itu, tepatnya 2 November, Amel mendapat panggilan dari Bawaslu Beltim.


Pemanggilan tersebut untuk melakukan klarifikasi atas kalimat tersebut. Ia pun hadir keesokan harinya pada 3 November guna memberikan klarifikasi.


"Saat itu hadir di Gakkumdu Bawaslu, ada unsur Bawaslu dan pendampingan dari unsur polisi dan kejaksaan. Kenapa pendampingan karena klarifikasi saya harusnya dipandu Bawaslu, tapi selama proses berlangsung selama dua jam yang mengintrogasi saya itu banyak dari kejaksaan dan kepolisian, Bawaslu hanya bertanya satu pertanyaan di akhir saja," bebernya.


Pasca memberikan klarifikasi, pada 7 November berdasarkan kajian dan rapat pleno Bawaslu Beltim, laporan dianggap memenuhi unsur Pasal 69 huruf c UU No 1 Tahun 2015 Tentang Pilkada.


Laporan tersebut diteruskan Bawaslu Beltim kepada Polres Beltim untuk dilakukan penyelidikan. Kemudian pada 12 November, dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Beltim.


Dilanjutkan pada 17 November pagi, Amel dipanggil lagi untuk pelimpahan berkas dilanjutkan sorenya pelimpahan ke Pengadilan Negeri Tanjungpandan.


"Kalau dari perspektif saya proses ini cepat sekali dari klarifikasi sampai hari ini persis tiga minggu. Besok saya disidang sebagai terdakwa," ujarnya.


Amel menyebutkan beberapa hal, diantaranya penggalan kalimat yang diucapkannya merupakan bentuk harapan agar pilkada di Beltim berlangsung damai dan harapan selaku ketua tim relawan, pasangan yang diusungnya menang.


Namun dirinya merasa digiring untuk bertanggungjawab bukan hanya pernyataan pribadi tapi juga persepsi dan asumsi orang lain. "Padahal dari beberapa kali gelar materi, saya baru paham kalau bicara pidana, objeknya itu hanya boleh perbuatan," ucapnya.


Sementara itu Lukman Hidayat mewakili pihak keluarga memohon dan meminta doa dari seluruh masyarakat Pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung, sahabat, keluarga, serta masyarakat Indonesia supaya kasus yang menjerat Amel bisa segara selesai.


"Saya percaya dan yakin dengan dukungan serta doa dari semua orang yang peduli dengan Amel, akan membuat adik saya ini menjadi kuat dan tegar," kata pria yang akrab disapa Dayat ini.


Dayat mengaku bukanlah orang politik, serta bukan warga Kabupaten Belitung Timur. Hanya saja dirinya menekankan supaya hukum bisa ditegakkan dengan seadil-adilnya.


Menurutnya perkara ini bukan hanya soal Amel sebagai seorang ibu akan terpisah dengan anaknya yang masih berumur 5 tahun jika kalau mendekam di bui. Namun kasus ini menyoal kebebasan berpendapat di tengah masyarakat.


"Saya sekali lagi berharap kedepan candaan ataupun gurauan di warung kopi atau dilingkungan sekitar masih bisa terjadi seperti sekarang ini. Jangan sampai karena kasus ini, candaan dan keakraban kita dalam bersahabat dan berteman menjadi terkekang," ucap Dayat.(fat)