![]() |
Pasangan suami istri mendampingi putrinya mendatangi PN Tanjungpandan karena kecewa dengan putusan hakim, Rabu (12/8/2020). SatamExpose.com/Ferdi Aditiawan |
TANJUNGPANDAN,
SATAMEXPOSE.COM – Pasangan suami istri (pasutri) T (49) dan E (41) mendatangi
PN Tanjungpandan membawa serta putrinya yang masih belia sebut saja Mawar (15),
Rabu (12/8/2020)
Kedatangan
pasutri ini mendatangi PN Tanjungpandan karena merasa tidak puas atas keputusan
majelis hakim terkait perkara persetubuhan anak di bawah umur yang melibatkan
Mawar sebagai korban.
Pihak
keluarga korban merasa putusan majelis hakim tidak adil yang menjatuhi terdakwa
pidana percobaan penjara selama enam bulan yang tidak perlu dijalani. Sedangkan
dakwaan JPU Kejari Belitung saat itu Pasal 81 ayat (2) UU No 17 Tahun 2016 dengan
tuntutan tiga tahun penjara.
"Kami
hanya mencari keadilan, karena tuntutan tiga tahun tiba-tiba menjadi enam bulan
bisa digantikan. Itu kan namanya tidak logis, istilahnya hukum itu jangan hanya
melihat pelaku saja tapi korban juga," kata T yang merupakan ayah Mawar.
Mawar
dan kedua orang tuanya diterima Juru Bicara PN Tanjungpandan AA Niko Brahma
Putra bersama Humas PN Tanjungpandan Japri.
Pihak
keluarga sangat kecewa atas putusan majelis hakim, mengingat putri ketiganya
menanggung beban cukup berat akibat kejadian tersebut. Bahkan Mawar yang duduk
di bangku SMA harus keluar dari sekolah dan menempuh pendidikan paket demi
melanjutkan sekolah.
Pasalnya
saat kasus tersebut terungkap pada Maret 2020 lalu, pihak sekolah memberikan
pilihan kepada orang tua Mawar yakni mengeluarkan anaknya atau pindah sekolah.
Bahkan
terdapat bekas sayatan benda tajam di tangan kiri dekat urat nadi Mawar, akibat
frustasi karena berselisih dengan terdakwa yang tak lain pacarnya.
"Kami
sudah berupaya secara kekeluargaan sebelumnya untuk menikahkan mereka berdua,
tapi pihak terdakwa tidak mau. Kami juga sempat mengajukan sidang di Pengadilan
Agama tapi ditolak," kata T.
Sementara
itu E (41) selaku ibu korban memaparkan, dirinya mengetahui kejadian tersebut
dari guru anaknya pasca melakukan razia handphone di sekolah.
Saat
itu guru mendapati pesan singkat dari pacar Mawar yaitu MI (17) di handphone
korban. Isinya membahas masalah test pack
dan keluhan sakit perut yang dirasakan korban.
Selain
itu, sejoli adik dan kakak kelas itu sempat pindah-pindah penginapan untuk
melakukan hubungan badan. Selaku orang tua, E sangat terpukul dan terkejut
mengetahui perbuatan anaknya yang sudah terlalu jauh.
Sebab
selama ini dirinya mengenal MI sosok laki-laki sopan dan memang sering
bolak-balik menjemput putrinya dengan alasan mengerjakan tugas.
"Sebagai
orang tua setelah kita tahu anak kita berbuat dosa rasanya malu dan segala
macam. Apalagi pengakuan dia (Mawar) bukan hanya satu kali tapi delapan
kali," ungkap E.
Akhirnya
pihak keluarga memutuskan menyelesaikan aib itu secara kekeluargaan dengan
pihak MI dengan cara ingin menikahkan keduanya. Saat itu MI sudah selesai
sekolah dan sudah bekerja sebagai guide
lepas di perusahaan travel agent di
Tanjungpandan.
"Tapi
tanggapan pihak keluarga (MI) kurang baik dengan alasan dia belum cukup umur,
belum punya pekerjaan, belum bisa menghidupi keluarga," ujar E.
Upaya
yang dilakukan pihak keluarga korban tidak membuahkan hasil pasca pengadilan
agama menolak pengajuan pernikahan dengan alasan di bawah umur dan perempuan
tidak hamil.
"Akhirnya
bulan Maret kemarin kami tempuh jalur hukum dan melapor ke Polres
Belitung," kata E.
Sementara
itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Belitung Tri Agung mengatakan pihaknya
akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Tanjungpandan terhadap
perkara tersebut.
Hal
ini dikarenakan putusan majelis hakim yang menjatuhi terdakwa pidana percobaan
enam bulan jauh di bawah tuntutan tiga tahun penjara yang dibacakan pada sidang
Senin (10/8/2020) lalu.
"Putusannya
hanya pidana penjara selama enam bulan akan tetapi pidana tersebut tidak perlu
dijalani, artinya itu adalah pidana percobaan. Karena jauh berbeda dari
tuntutan jaksa, secara prosedur kami wajib banding," kata Tri Agung. (fat)
0 Komentar