Pagar pembatas di kawasan HLP di Tanjung Kubu, Batu Itam, Sijuk. SatamExpose.com/Fitriyadi |
SIJUK, SATAMEXPOSE.COM – Sebuah bangunan pembatas muncul di
kawasan Hutan Lindung Pantai (HLP) di Tanjung Kubu, Desa Batu Itam,
Kecamatan Sijuk.
Adanya bangunan pembatas ini sempat memunculkan polemik bagi warga
sekitar, pasalnya bangunan selebar sekitar 25 meter dan tinggi 2,5 meter
ini menutup akses warga menuju ke pantai.
Jalan tanah merah yang tutup aksesnya tersebut biasa digunakan warga
sekitar yang berprofesi sebagai nelayan menuju pantai. Selain bangunan
pembatas, jalan tersebut juga digali selebar sekitar 2 meter.
Nelayan mengeluhkan pemutusan akses jalan tersebut, padahal selama ini
nelayan menggunakan jalan ini. Selain jalannya relatif bagus dan bisa
dilalui kendaraan, jalan ini juga memudahkan nelayan menuju pantai.
“Jalan itu ditutup, bukan hanya tembok, tapi juga digali, jalannya
terputus. Jadi motor nggak bisa ke pantai,” sebut seorang warga yang
enggan disebutkan namanya beberapa waktu lalu.
Menurut informasi yang diperoleh SatamExpose.com, bangunan pembatas
tersebut dibuat oleh pihak PT Tunas Propindo Lestari. Perusahaan ini
disebut mengantongi izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan.
Tak hanya itu, lahan di kawasan tersebut juga sudah timbul sertifikat.
Padahal lokasi tersebut masih berada di dalam kawasan HLP. Belum diketahui
pasti proses timbulnya sertifikat ini.
Rencananya perusahaan tersebut akan membangun wisata alam di kawasan
tersebut. Sempat terlihat spanduk berlogo Pemprov Babel yang bertuliskan
SK Gubernur Babel No 188.44/1046.A/DISHUT/219 Tanggal 13 Desember
2019.
Yakni tentang pemberian izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata
alam penyedia wisata alam (IUP JLWA-PSWA) kepada PT Tunas Propindo
Lestari.
Pantauan SatamExpose.com, Rabu (15/7/2020), bangunan pembatas terbuat
permanen menggunakan cetak beton. Sebelum bangunan pembatas tersebut juga
terdapat galian yang diperkirakan dibuat menggunakan alat berat.
Dalam galian lebih dari satu meter, sisa tanah galian hanya diletakkan di
samping lubang galian tersebut. Selain itu, terlihat beberapa pipa paralon
berukuran besar. Pipa tersebut diletakkan berdiri berjajar disandarkan ke
bagian tanah yang lebih tinggi.
Ketua Gabungan Pecinta Alam Belitung (Gapabel) Pifin Heriyanto
menyebutkan dirinya sudah melakukan pengecekan ke lokasi usai mendapat
laporan dari warga.
Menurut pria berambut panjang ini, dirinya tak hanya menemukan beton
pembatas berupa beton, hutan bakau yang berada di lokasi juga dibabat. Di
lokasi tersebut juga terlihat akan dilakukan pembangunan
tracking bakau.
“Kalau kita lihat di lokasi ada pelanggaran yang dilakukan, seharusnya
pembabatan hutan bakau tidak boleh dilakukan,” sebut Pifin kepada
SatamExpose.com.
Pifin menegaskan, pembuatan bangunan permanen di kawasan HLP juga tidak dibenar secara hukum. Pembangunan boleh dilakukan namun tidak permanen dan ramah lingkungan.
Ia meminta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mencabut perizinan yang
dikantongi pihak perusahaan. Pasalnya apa yang dilakukan perusahaan
melanggar PP No 6 Tahun 2007.
“Menurut PP tersebut tidak boleh mengurangi, mengubah atau menghilangkan
fungsi utamanya, mengubah bentang alam dan merusak keseimbangan
unsur-unsur lingkungan,” jelas pria yang akrab disapa Thilenk.
Sementara itu perwakilan PT Tunas Propindo Lestari Yayan mengakui
pembangunan batas tersebut dilakukan oleh pihaknya. Pembuatan batas
tersebut karena berbatasan dengan lahan yang dimiliki pihak lain.
“Daripada kami masih menggunakan jalan itu dan bermasalah dengan pihak
lain mending kita tutup jalan itu,” sebut Yayan melalui sambungan telepon
kepada SatamExpose.com.
Yayan membantah pihaknya membersihkan lahan (membabat bakau) di kawasan
tersebut. Menurutnya sejak perusahaan mendapatkan izin di lokasi tersebut,
lahan itu sudah bersih atau gundul.