Ticker

6/recent/ticker-posts

YOGA NURSIWAN SEBUT PETANI LADA DI BABEL BISA KEMBALI BERJAYA SEPERTI DULU, INI SOLUSI YANG DITAWARKAN

Yoga Nursiwan saat bertemu warga. Dok Pribadi

TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM – Bangka Belitung dikenal dengan sektor pertambangannya, terutama sebagai penghasil timah. Namun bila menengok kebelakang, provinsi kepulauan ini memiliki potensi lain, yakni potensi perkebunan.

Salah satunya lada atau masyarakat menyebutnya sahang yang terkenal dengan brand Muntok White Paper. Hal itu membuktikan para petani lada, khususnya lada putih di Babel ini pernah melalui masa jayanya.

Namun kejayaan lada putih perlahan sirna seiring perkembangan sektor pertambangan. Selain itu juga biaya perkebunan yang mahal membuat para petani lebih memilih beralih dan tak melirik lada sebagai komoditi tanam.

Caleg DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Yoga Nursiwan ingin daerah Babel kembali menjadi penghasil lada unggulan. Hal ini bisa terwujud dengan adanya kebijakan dari pemerintah daerah yang berpihak pada sektor perkebunan.

“Muntok White Paper pernah jaya, hampir setiap wilayah di Babel ini bisa ditemukan lada putih. Saya yakin sektor ini bisa mengangkat lagi tingkat ekonomi masyarakat selain yang sudah ada saat ini,” kata Yoga Nursiwan kepada SatamExpose.com.

Yoga Nursiwan menjelaskan, para petani lada mulai meninggalkan lada karena beberapa faktor. Diantaranya tingginya biaya perawatan perkebunan lada dan harganya yang tak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

Terlebih, lanjut Yoga Nursiwan, banyak petani lada yang sudah terjerat dengan sistem ijon. Sistem ini dibangun para cukong atau tengkulak untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan membeli lada dari petani.

“Karena biaya yang mahal, jadi petani mengambil pupuk dan obat pembasmi hama ini dari cukong. Syaratnya hasil panen harus dijual ke cukong itu. Tapi harganya itu ditentukan saat masih di pohon, jadi harganya rendah. Ini jelas merugikan petani,” jelas alumni SMAN 1 Tanjungpandan ini.

Sistem yang ada sekarang ini dinilai Yoga Nursiwan juga masih sangat dikendalikan para tengkulak. Yakni menekan harga serendah mungkin saat panen lada, sedangkan pada masa diluar panen, harga lada kembali normal.

“Petani biasanya langsung menjual setelah panen, karena mereka ingin menutup biaya yang sudah dikeluarkan sebelumnya untuk bibit, pupuk dan obat hama tadi. Mereka tidak bisa menahan untuk menjual lada pada masa tidak panen karena faktor ekonomi,” papar Yoga Nursiwan.

Menurut Yoga Nursiwan, pemerintah daerah bisa mengambil kebijakan untuk membantu para petani lada ini. Beberapa program sudah dilaksanakan, seperti subsidi pupuk dan bibit. Namun tidak menyelesaikan masalah pemasarannya.

Yoga Nursiwan memaparkan, bila dirinya berhasil duduk di jajaran legislatif, ia akan melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan di luar Belitung yang membutuh lada. Sehingga harga pasar tidak dipermainkan tengkulak.

"Selain itu, lada ini bisa kita olah dan kirim dalam bentuk yang sudah jadi. Sehingga ini juga bisa menarik lapangan kerja, karena produksinya ada di Belitung," tandas Yoga Nursiwan. (adv/als)