Ticker

6/recent/ticker-posts

Kadistamben Kabupaten Beltim Ditahan

TANJUNGPANDAN (SATAM XPOSE);
Pemkab Belitung Timur tercoreng  kewibawaannya akibat ulah dua pejabat Distamben yang diketahui melakukan tindak pidana penipuan terhadap pemilik PT. MAJU, hal ini terungkap dalam persidangan yang dilakukan hari selasa (14/10) di Pengadilan Negeri Tanjungpandan.

Dalam sidang perdana tersebut, majelis hakim yang diketuai oleh Ronald Salnofry Bya,SH., MH memutuskan untuk menahan kedua terdakwa menjadi tahanan negara dan keduanya terpaksa harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Cerucuk, Badau. 

Sebelumnya terhadap Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Beltim Fahrizal dan Kabid Pertambangan Umum Suparta tidak pernah  dilakukan penahanan atas kasus yang disangkakan, namun hakim menilai penahanan diperlukan dan memenuhi unsur subyektif dan obyektif pasal yang dikenakan. Kedua terdakwa didakwa dengan Pasal 378 KUHP junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 tentang tindak penipuan yang dilakukan bersama-sama.

"Kami menilai sudah memenuhi unsur subyektif dan obyektif dari pasal yang dikenakan. Subyektifnya jangan sampai terdakwa kembali melakukan hal yang sama, kalau merusak barang bukti kita nilai tidak. Unsur obyektifnya jangan sampai terdakwa melarikan diri," sebut Humas PN Tanjungpandan, Andre N Partogi  usai sidang digelar.

Andre menjelaskan, tindak penipuan yang dilakukan para terdakwa kepada PT Maju dengan iming-iming perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah berakhir. Setidaknya tiga IUP milik PT Maju bernomor 79, No 80 dan No 81 telah habis masa berlaku. Untuk itu kedua terdakwa meminta bantuan pelaksanaan seminar yang diselenggarakan terdakwa. 

"Karena ada seminar Fahrizal minta bantuan Iwan Arif dari pihak Direksi PT itu Rp 10 juta. Tapi dibilang kurang. Akhirnya Rp 20 juta. Uang itu diserahkan orang PT itu namanya Munawaroh ke orang Distamben namanya M. Muklis," papar Andre.

Pada saat yang sama, terdakwa dua yakni Suparta menunjukkan dokumen perpanjang IUP perusahaan tersebut ke rekan Iwan Arif. Dokumen tersebut masih kurang lengkap karena tidak adanya RKAB. Terdakwa menawari pihak perusahaan untuk melengkapi persyaratan tersebut dengan biaya Rp 50 juta.

"Kemudian mereka (korban, red) pulang. Terus Iwan Arif telpon Suparta, ditawar jadi Rp 40 juta per dokumen. Itukan ada 3 dokumen. Kemudian Iwan setor 40 juta sebagai DP untuk 3 dokumen itu. Kemudian setor ke BCA rekening Suparta Rp 40 juta, ketiga setor ke BCA rek Suparta Rp 40 juta," jelas Andre.

Namun dalam pelaksanaan pengurusan kelengkapan izin tersebut Suparta meminta bantuan tiga pihak lain. Masing-masing pihak diberi upah Rp 15 juta untuk bikin laporan tertentu, Rp 6 juta dan pihak lainnya sebesar Rp 6 juta. Selain itu, terdakwa juga meminta Rp 12 juta dari korban sebagai upah membuat peta IUP.

"Jadi kalau dihitung totalnya ada Rp 152 juta. Pertama Rp 20 juta, terus Rp 40 juta diserahkan ke Suparta dan Rp 80 juta lewat rekening BCA milik Suparta. Ditambah lagi Rp 12 juta untuk biaya peta," tambah Andre.

Meskipun telah mengiming-imingi pihak korban untuk memperpanjang IUP dengan bantuannya, namun kedua terdakwa mengetahui dua dari tiga IUP milik PT Maju tidak bisa diperpanjang lagi. Dari hasil penipuan itu Fahrizal mendapatkan Rp 25 juta, sedangkan Suparta mendapatkan Rp 55 juta.

"Fahrizal sama Suparta sudah tau izin yang nomor 80 dan 81 itu sudah nggak bisa lagi diperpanjang. Abisnya19 November 2012. Uang sisanya untuk seminar sama meminta bantuan pembuatan laporan dan peta itu," tandas Andre. 

Sementara itu pengacara terdakwa, Aditya Sunggara mengatakan pihaknya akan melakukan pengajuan penangguhan penahanan dan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang ditujukan kepada kliennya. Eksepsi ini akan disampaikan pada sidang selanjutnya yang dijadwalkan Kamis (23/10) pekan depan.

"Kami keberatan dengan dakwaan yang disampaikan. Kami akan melakukan eksepsi dan penangguhan penahanan terhadap para terdakwa," sebut Aditya selaku kuasa hukum terdakwa. (tim***)