Ticker

6/recent/ticker-posts

ARIS MARYANTO SEBUT TAK ADA ALASAN PIHAK KEPOLISIAN SP3 KASUS KERICUHAN PENERTIBAN TAMBANG ILEGAL DI SENGKELIK

Praktisi hukum Aris Maryanto. IST


TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM - Polres Belitung akan segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait dengan semua laporan perkara kericuhan penertiban tambang ilegal Hutan Lindung Air Sengkelik, Desa Sijuk, Sijuk.

Kedua belah pihak terlibat kericuhan saat penertiban tambang ilegal beberapa waktu tersebut saling lapor ke pihak kepolisian. Pihak Satpol PP Provinsi Babel melaporkan tindak pidana perusakan mobil dinas ke Polres Belitung dan penganiayaan ke Polda Babel.

Hal tersebut direspon para penambang dengan melaporkan pembakaran alat tambang ke Polres Belitung. Kericuhan tersebut dipicu dugaan pembakaran alat tambang oleh pihak pemprov yang melakukan razia.

Pihak Polres Belitung sendiri sudah menerima surat pencabutan laporan dari kedua belah pihak, yakni Satpol PP Pemprov Babel dan masyarakat penambang. Pencabutan laporan ini setelah ada mediasi yang dilakukan Bupati Belitung sebelumnya.

Meski perkara yang dilaporkan merupakan tindak pidana umum, namun pihak kepolisian berencana menerbitkan SP3 perkara ini. Hal ini diklaim didasari kepentingan lebih besar, yakni kondusivitas daerah.

Praktisi Hukum Aris Maryanto menilai rencana penerbitan SP3 oleh pihak kepolisian tidak relevan dalam perkara ini. Menurutnya tidak ada alasan bagi penyidik untuk menghentikan perkara pidana umum ini. Terlebih penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk dilakukannya penyidikan.

"Nah, kalau tim penyidik sudah dapat dua alat bukti sebagai alat untuk memeriksa perkara tersebut, ya silahkan diproses. Ketika unsurnya tidak bisa terpenuhi memang tidak bisa dilanjutkan. Tapi ketika unsur terpenuhi tidak ada alasan untuk penyidik SP3," ungkap Aris Maryanto.

Diskresi menjadi hak penyidik untuk menghentikan perkara yang ditangani. Namun harus memiliki alasan yang kuat untuk menghentikan penyidikan. Meski hal ini menyimpang dari undang-undang, namun azas manfaatnya ada bagi masyarakat luas.

"Terkecuali ada kebijakan lain dari penyidik. Kalau dalam hal ini diskresi. Menyimpang dari undang-undang tetapi azas manfaatnya ada bagi masyarakat umum. Jadi kuncinya penyidik," lanjut Aris Maryanto.

Pria kelahiran Tuban ini menambahkan, bentuk diskresi ini merupakan suatu kebijakan yang dapat diambil untuk menghindari dampak yang sangat besar. Diantaranya menjaga stabilitas keamanan dan ekonomi dalam daerah atau negara.

"Ketika ini diproses merugikan orang banyak, membuat kegaduhan di masyarakat, yang misalnya kegaduhan itu berimbas ke ekonomi, kestabilan keamanan, itu bisa," jelas Aris Maryanto.

Sebelumnya Aris Maryanto menjelaskan, perkara pidana umum yang dilaporkan ke Polres Belitung hingga mencapai ke tingkat penyidikan tetap mengacu kepada KUHP.

Dalam perkara ini terdapat beberapa pasal, diantaranya pengerusakan menggunakan Pasal 406 KUHP. Dalam pasal ini ada beberapa unsur yang harus dipenuhi oleh penyidik dalam menangani perkara.

"Unsurnya ada pelaku atau orang atau anasir. Yang kedua perbuatannya dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum. Yang ketiga membuat barang itu rusak atau tidak dapat dipakai lagi, baik itu sebagian maupun seluruhnya merupakan milik orang lain," papar Aris Maryanto.

Sedangkan untuk penganiayaan itu biasanya diterapkan dengan dua pasal, yakni Pasal 351 atau 170 KUHP. Perbedaan kedua pasal tersebut ada pada jumlah pelaku dari perbuatan tindak pidana tersebut.

"Pasal 351 itu pelakunya hanya sendiri, kalau 170 itu tentang pengeroyokan. Yang unsurnya secara terang-terangan, terus memakai tenaga bersama atau lebih dari satu orang dengan menggunakan kekerasan," terang Aris Maryanto. (als)