Praktisi hukum Aris Maryanto. IST |
TANJUNGPANDAN, SATAMEXPOSE.COM - Polres Belitung akan
segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait dengan
semua laporan perkara kericuhan penertiban tambang ilegal Hutan Lindung Air
Sengkelik, Desa Sijuk, Sijuk.
Kedua belah pihak terlibat kericuhan saat penertiban
tambang ilegal beberapa waktu tersebut saling lapor ke pihak kepolisian. Pihak
Satpol PP Provinsi Babel melaporkan tindak pidana perusakan mobil dinas ke
Polres Belitung dan penganiayaan ke Polda Babel.
Hal tersebut direspon para penambang dengan melaporkan
pembakaran alat tambang ke Polres Belitung. Kericuhan tersebut dipicu dugaan
pembakaran alat tambang oleh pihak pemprov yang melakukan razia.
Pihak Polres Belitung sendiri sudah menerima surat
pencabutan laporan dari kedua belah pihak, yakni Satpol PP Pemprov Babel dan
masyarakat penambang. Pencabutan laporan ini setelah ada mediasi yang dilakukan
Bupati Belitung sebelumnya.
Meski perkara yang dilaporkan merupakan tindak pidana
umum, namun pihak kepolisian berencana menerbitkan SP3 perkara ini. Hal ini
diklaim didasari kepentingan lebih besar, yakni kondusivitas daerah.
Praktisi Hukum Aris Maryanto menilai rencana penerbitan
SP3 oleh pihak kepolisian tidak relevan dalam perkara ini. Menurutnya tidak ada
alasan bagi penyidik untuk menghentikan perkara pidana umum ini. Terlebih
penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk dilakukannya
penyidikan.
"Nah, kalau tim penyidik sudah dapat dua alat bukti
sebagai alat untuk memeriksa perkara tersebut, ya silahkan diproses. Ketika
unsurnya tidak bisa terpenuhi memang tidak bisa dilanjutkan. Tapi ketika unsur
terpenuhi tidak ada alasan untuk penyidik SP3," ungkap Aris Maryanto.
Diskresi menjadi hak penyidik untuk menghentikan perkara
yang ditangani. Namun harus memiliki alasan yang kuat untuk menghentikan
penyidikan. Meski hal ini menyimpang dari undang-undang, namun azas manfaatnya
ada bagi masyarakat luas.
"Terkecuali ada kebijakan lain dari penyidik. Kalau
dalam hal ini diskresi. Menyimpang dari undang-undang tetapi azas manfaatnya
ada bagi masyarakat umum. Jadi kuncinya penyidik," lanjut Aris Maryanto.
Pria kelahiran Tuban ini menambahkan, bentuk diskresi ini
merupakan suatu kebijakan yang dapat diambil untuk menghindari dampak yang
sangat besar. Diantaranya menjaga stabilitas keamanan dan ekonomi dalam daerah
atau negara.
"Ketika ini diproses merugikan orang banyak, membuat
kegaduhan di masyarakat, yang misalnya kegaduhan itu berimbas ke ekonomi,
kestabilan keamanan, itu bisa," jelas Aris Maryanto.
Sebelumnya Aris Maryanto menjelaskan, perkara pidana umum
yang dilaporkan ke Polres Belitung hingga mencapai ke tingkat penyidikan tetap
mengacu kepada KUHP.
Dalam perkara ini terdapat beberapa pasal, diantaranya
pengerusakan menggunakan Pasal 406 KUHP. Dalam pasal ini ada beberapa unsur
yang harus dipenuhi oleh penyidik dalam menangani perkara.
"Unsurnya ada pelaku atau orang atau anasir. Yang
kedua perbuatannya dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum. Yang ketiga
membuat barang itu rusak atau tidak dapat dipakai lagi, baik itu sebagian
maupun seluruhnya merupakan milik orang lain," papar Aris Maryanto.
Sedangkan untuk penganiayaan itu biasanya diterapkan
dengan dua pasal, yakni Pasal 351 atau 170 KUHP. Perbedaan kedua pasal tersebut
ada pada jumlah pelaku dari perbuatan tindak pidana tersebut.
"Pasal 351 itu pelakunya hanya sendiri, kalau 170
itu tentang pengeroyokan. Yang unsurnya secara terang-terangan, terus memakai
tenaga bersama atau lebih dari satu orang dengan menggunakan kekerasan,"
terang Aris Maryanto. (als)