Ticker

6/recent/ticker-posts

AHLI GEOLOGI VERI YADI SEBUT DENTUMAN DAN GETARAN MISTERIUS BUKAN GEMPA, BEGINI ANALISISNYA

Ahli Geologi Veri Yadi. Dok Pribadi

SATAMEXPOSE.COM – Peristiwa aneh yang dirasakan masyarakat Tanjungpandan, Selasa (11/6/2019) malam masih menyisakan tanya. Dentuman dan getaran yang terjadi pada sekitar pukul 19.30 WIB itu belum diketahui pasti penyebabnya.

Meski dentuman dan getaran tidak dirasakan semua warga, namun peristiwa tak biasa itu menghebohkan dunia maya beberapa saat setelah kejadian. Banyak warga yang penasaran dengan sumber suara dan getaran tersebut.

Seorang Ahli Geologi asal Belitung, Veri Yadi mencoba menganalisa apa yang dirasakan warga tersebut. Pria yang sedang mengejar gelar PhD Keuangan Kuantitatif untuk Penilaian Keuangan Tambang di Wits - University of the Witwatersrand ini juga menghubungi USGS (United States Geological and Surveying) atau badan pencatat gempa dunia milik Amerika Serikat.




Menurut Veri Yadi, dalam the catalogue maintained by the USGS, tercatat terjadi 19 gempa bumi dari tanggal 11 Juni sampai 17 Juni 2019 di kawasan Asia Pasific dengan rata–rata kekuatan 5 Skala Richter dan kedalaman rata–rata dari pusat gempa adalah 64,7m.

Sedangkan kejadian gempa pada tanggal 11 Juni 2019 terdapat di lima titik dengan besaran rata–rata 4,9 SR dengan kedalaman rata–rata 57,5 m dari pusat gempa.

Dari data yang dihimpun dari USGS maka gempa bumi yang terjadi pada tanggal 11 Juni tersebut yang terdangkal adalah 10 km dari pusat gempa dengan kekuatan 4,7 Skala Richter.




“Kejadian ini terjadi di Kota Tarakan Kalimantan Utara yang terjadi jam 12:45 siang (WIB) yang berjarak sekitar 2,250 km ke arah timur laut dari Pulau Belitung,” papar Veri Yadi kepada SatamExpose.com.

Sedangkan yang terdalam dari pusat gempa yang terjadi 185,5 km dengan kekuatan 4,2 Skala Richter yang terjadi di Kota Naic, Provinsi Cavite, Filifina yang berjarak sekitar 3,500 km ke arah Timut Laut dari Pulau Belitung.




Kejadian ini menurut catatan USGS terjadi pukul 7.00 WIB. Dari data yang didapat dari sumber resmi USGS, berdasarkan jam kejadian sangat kecil kemungkinan bahwa dentuman yang diikuti getaran tersebut disebabkan oleh gempa bumi.


“Penyebab dengung disertai dengan getaran frekuensi rendah meski tidak terjadi gempa terkuak oleh para ahli pada akhir tahun 1990. Dentuman dengan getaran frekuensi rendah tersebut diajukan sebagai postulat terhadap fenomena yang terjadi di Tanjung Pandan beberapa hari yang lalu,” sebut Veri Yadi.

Para ahli menamakan fonomena ini adalah sinyal mikroseismik. Dengan mempelajari gelombang mikroseismik ini maka akan didapatkan bahwa penyebab dengung dan getaran tersebut adalah dari gelombang laut.




Pengujian mikroseismik ini dapat dilakukan dengan permodelan gelombang laut, angin, dan dasar laut menggunakan perangkat lunak komputer. Penelitian ini pertama kali dilakukan oleh Fabrice Ardhuim, Ph.D seorang pakar kelautan berkebangsaan Prancis yang bekerja di Institute Penelitian Prancis untuk Eksploitasi Kelautan.

“Dari penelitian yang dia lakukan menyatakan bahwa tabrakan gelombang laut dapat mengakibatkan gelombang seismik. Dari hasil penelitian Fabrice Ardhuim, Ph.D menyimpulkan bahwa gelombang laut yang bergerak di atas permukaan laut mampu menghasilkan energi gelombang seismik dengan frekuensi 13 sampai 300 detik,” jelas Veri Yadi.

Fabrice Ardhuim, Ph.D berpendapat bahwa tekanan gelombang laut yang lama pada dasar bumi inilah yang menjadi penyebab dengung disertai dengan getaran bumi.






Stutzman dkk berpendapat bahwa ada dua hal yang mengakibatkan terjadinya sinyal mikroseismik. Pertama adalah gelombang pada dasar laut merambat pada lereng pantai yang terjal (Source P1). Peristiwa ini berkisar antara 13 sampai 300 detik.

Kedua adalah interaksi gelombang lautyang tidak linear (Source P2). Peristima ini terjadi sangat singkat kurang dari 13 detik. Peristiwa ini di jabarkan seperti gambar 2.

Bagaimana kaitannya sinyal mikroseismik ini dengan terjadinya dentuman serta getaran selang waktu beberapa menit? Menurut pendapat Bodri dan IIzuka (1989) dengung terjadi pada saat tekanan air pasang surut bersamaan dengan aktivitas mikroseismik.

“Tekanan pasang surut didukung oleh potensi pasang surut, gravitasi pasang surut, terjadinya pemekaran pada zona air laut. Karena efek tekanan terjadi bersamaan dengan peristiwa mikroseismik, maka akan terjadi efek geotektonik seperti yang dirasakan di Kota Tanjung Pandan 11 juni 2019 kemarin. Adapun efek gravitasi pasang surut tersebut di akibatkan oleh daya tarik bulan,” papar Veri Yadi.




Posisi air laut pada posisi defleksi tertinggi pukul 19:30 WIB yang berangsur–angsur menuju titik keseimbangan menuju pasang tertinggi pada pukul 23:50 WIB seperti dijabarkan pada gambar 3.

Posisi defleksi tertinggi dari surut ke pasang merupakan posisi ideal tekanan air laut pasang surut (Tidal force) yang juga bersamaan dengan aktivitas mikroseismik yang diakibatkan oleh perambatan air laut di dasar laut menuju lereng pantai.

“Peristiwa ini merupakan penyebab utama terjadinya aktivitas mikroseismik yang kemudian berpadu dengan gaya maksimum air pasang yang kemudian melepaskan tenaga yang mengakibatkan suara dentuman yang mengakibatkan getaran,” tambah Veri Yadi. (als)