Gambar : Masyarakat nelayan Desa Kembiri Kecamatan Membalong berbondong datangi PT. Foresta. |
Laporan Wartawan Satam Xpose, Siswindo.
Terkait permasalahan limbah sawit yang mencemari Sungai Kembiri dan mengakibatkan ikan serta beberapa mahluk hidup didalamnya mati, sabtu (28/5) masyarakat kembiri beramai-ramai mendatangi PT. Foresta Lestari Dwikarya guna mempertanyakan keputusan pihak perusahan.
Permasalahan bermula pada tanggal 22 Februari 2016, ketika itu masyarakat yang merasa curiga dengan kondisi Sungai Kembiri dimana ditemukan banyak ikan yang mati lalu mengambil sampel air sungai untuk dilakukan pengujian ke BLHD Kabupaten Belitung.
Gambar : notulen Rapat |
Pihak BLHD mendapatkan laporan tersebut, tanggal 15 Maret 2016 melalui Tim P3SLH dan Tim DKP Kabupaten Belitung serta masyarakat melakukan pengambilan sampel ulang pada tiga titik yakni Muara Sungai, Sungai Lumpur dan Sungai Jemenaker.
Rabu 11 Mei 2016 masyarakat dan Sekretaris Desa Kembiri, Zuhari kembali mendatangi Kantor BLHD guna mendapatkan kepastian hasil pengujian air Sungai Kembiri yang diduga tercemar limbah Pabrik PT, Foresta Lestari Dwikarya tersebut.
Dalam pertemuan tersebut Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Belitung, Ir. M. Ubaidillah memastikan Sungai Kembiri tercemar limbah pabrik PT. Foresta Lestari Dwikarya.
Guna menindaklanjuti hasil pemeriksaan sampel tersebut, pihak Kecamatan Membalong pada tanggal 25 Mei 2016 menggelar pertemuan mediasi antara masyarakat dan pihak perusahaan yang dilakukan di Gedung Serba Guna Kecamatan Membalong.
Pada pertemuan tersebut masyarakat menuntut kerugian enam bulan terakhir karena tidak bisa melakukan aktifitas penangkapan ikan dan udang kepada pihak perusahaan sebesar Rp. 36.000.000,-/nelayan, dalam hal ini pihak Kecamatan meminta agar masyarakat tidak berpikir kompensasi uang semata melainkan bisa berupa barang akibat kerugian masyarakat oleh pencemaran limbah.
Terkait tuntutan masyarakat tersebut pihak perusahaan minta waktu untuk meneruskan permasalahan tersebut kepada pihak manajemen.
Setelah diberikan waktu beberapa hari, akhirnya sabtu (28/5) pihak perusahaan memutuskan tidak bisa memenuhi permintaan masyarakat sepenuhnya dan hanya bisa memberikan kompensasi berupa alat tangkap saja.
Menanggapi pernyataan perusahaan tersebut, Suhandi selaku kepala desa kembiri menyayangkan tindakan perusahaan seakan-akan tidak menganggap keberadaan masyarakat Kembiri terutama nelayan yang telah dirugikannya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Nelayan, Marzuki yang menekankan pada pemulihan sungai yang tercemar limbah.
"Besar harapan kami sebagai nelayan adanya kompensasi dari pihak
perusahaan dan bisa mememulihkan sungai yang terkena limbah serta berharap
kepada Pemerintah agar bisa menindaklanjuti permasalahan limbah sawit
ini," ujarnya.
Gabungan Pencinta Alam Belitung (Gapabel) yang ikut hadir dalam beberapa kali pertemuan terkait dugaan pencemaran sungai oleh limbah pabrik PT. Foresta Lestari Dwikarya melalui humasnya Pifin Haryanto menyatakan akan melakukan gugatan ketika sanksi administratif yang telah diberikan tidak di patuhi.
"Penyelasian sengketa diluar pengadilan sudah ditempuh namun tidak mendapat solusi, kita selaku organisasi yang bergerak di bidang lingkungan berhak menggugat seperti yang telah diatur dalam UU 32 tentang lingkungan hidup pasal 92 poin pertama," paparnya.
Selanjutnya Pifin juga mengutip pernyataan pihak BLHD yang sudah menyatakan positif sungai tersebut tercemar limbah pabrik PT. Foresta Lestari Dwikarya yang artinya sudah terjadi kelalian.
"Dalam hal ini pihak perusahaan sudah jelas lalai dalam melakukan pengelolahan limbah dan itu berarti
pihak perusahaan bisa dipidanakan seperti yang telah diatur dalam UU 32 tahun 2009 Pasal 99 poin
pertama," pungkasnya.
Bupati Belitung, H. Sahani Saleh, S.Sos menanggapi serius persoalan pencemaran tersebut dan mengatakan pihaknya akan melakukan tindakan tegas kepada perusahaan yang bersangkutan jika tidak juga segera melakukan upaya penanggulangan terhadap limbah yang telah mencemari Sungai Kembiri.
"Jika tidak ada upaya dari pihak perusahaan dalam waktu dekat ini, maka kami akan melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan bersangkutan," pungkanya.
Hingga berita ini diturunkan pihak perusahaan belum mau dikonfirmasi. ***
Hingga berita ini diturunkan pihak perusahaan belum mau dikonfirmasi. ***
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pasal 99
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).